Tertawa dan menangis merupakan bagian dari kehidupan seseorang. Tapi benarkah tertawa dan menangis itu ada manfaatnya bagi kesehatan, simak uraian berikut ini.
Siang hari itu terasa menyesakkan. Udara panas dan suasana mencekam menambah beban bagi Tono, yang sedang menghadapi ujian skripsinya. Pemuda ini kelihatan panik menjawab berbagai pertanyaan dari para pengujinya. Keheningan ruang ujian tiba-tiba pecah oleh ledakan tawa para penguji. Karena demikian tegang, Tono akhirnya menjadi korban kenakalan seorang penguji yang mengajukan pertanyaan yang jauh melenceng dari materi yang seharusnya diujikan saat itu. Setelah menyadari kekeliruannya, Tono akhirnya ikut tertawa juga. Rupanya itu dilakukan si dosen untuk mencairkan suasana. Setelah itu memang Tono kelihatan santai dan bisa menguasai diri serta lulus dengan memuaskan.
Menyembuhkan penyakit
Sering kali kita mendengar tertawa itu membuat kita menjadi sehat. Contoh Tono itulah salah satu buktinya, karena dengan tertawa akhirnya ia bisa berpikir secara jernih dengan menggunakan akal sehatnya.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa dengan penuh tawa hidup terasa lebih indah dan ceria serta lebih ringan. Namun benarkah memang demikian?
Menurut dr. W.M. Roan, seorang psikiater senior di Jakarta, pencerminan emosi manusia itu bukan hanya melalui menangis dan tertawa. Emosi manusia itu lebih luas dari itu, yaitu kesedihan, kegembiraan, ekspresi kekagetan, ketakutan, cinta kasih, benci, marah. Itu semua merupakan suatu spektrum dari emosi, termasuk menangis dan tertawa. Orang mengekspresikan diri dengan berbagai reaksi emosional itu bermacam-macam, tidak hanya dengan gerakan.
“Tidak hanya manusia, hewan pun menunjukkan perasaan gembira dan sedih dengan berbagai kegiatan dari gerakan. Anjing, misalnya, jika gembira buntutnya ke atas dan bergoyang-goyang atau kegiatan otot-ototnya meningkat,” Roan menjelaskan. Psikiater ini juga mengakui memang banyak orang tertarik untuk membahas mengenai tertawa dan menangis, “Karena itu hanya dipunyai oleh manusia. Hewan nggak bisa tertawa dan menangis, hanya manusia. Meskipun anjing bisa berkaing-kaing, saya kira itu bukan menangis walau itu ekuivalen dengan menangis.”
Dampak tertawa ini bahkan pernah menggegerkan dunia kedokteran. Ceritanya, Norman Causins, seorang redaktur Saturday Review di AS, menderita penyakit aneh dan langka. Penderita penyakit ini bakal tersiksa dan merasakan sakit yang luar biasa, meskipun tubuhnya hanya digerakkan sedikit. Menurut dokter, kesembuhan bagi Norman sangat kecil, 1 : 500. Berbagai obat dimakannya, tetapi kesehatannya tak kunjung membaik.
Suatu ketika Norman terinspirasi oleh sebuah tulisan yang pernah ditulis oleh seorang raja yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu, yaitu “Hati yang puas ialah obat yang sangat ampuh”.
Atas persetujuan dokternya, Dr. William Hitzig, dia menggantikan semua obat yang diminumnya dengan banyak tertawa plus mengkonsumsi vitamin C. Berbagai film komedi ditontonnya, sehingga ia bisa tertawa terbahak-bahak. Pada hari kedelapan setelah menjalani terapi tersebut ia sudah bisa menggerakkan jempolnya tanpa rasa sakit. Juga tertawa selama 10 menit bisa membuatnya tidur pulas selama 2 jam. Akhirnya, penyakitnya sembuh sedikit demi sedikit, kemudian hilang sama sekali. Pengalamannya itu kemudian dibukukan dalam An Anatomy of Illness.
Sementara itu menurut Dr. Lee Berk, seorang imunolog dari Loma Linda University di Kalifornia, AS, tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan kortisol, yang bisa mengalangi proses penyembuhan penyakit. Dalam riset lain Rosemary Cogan dari Texas Tech University menemukan bukti bahwa rasa nyeri atau sakit akan berkurang setelah tertawa. Tertawa tidak saja bisa mengurangi rasa sakit tapi juga meningkatkan kekebalan tubuh.
Mana yang sehat dan tidak
Menurut dr. W.M. Roan, “Tertawa itu pada dasarnya sehat, kalau dilakukan oleh orang-orang yang normal. Tetapi kalau tertawanya itu dicetuskan oleh seseorang yang mengalami gangguan jiwa, itu dengan sendirinya tidak sehat, karena tertawanya itu untuk bereaksi terhadap halusinasi akan perasaan yang nggak-nggak. Misalnya, kalau pasien jiwa pertama yang timbul pada anak muda (remaja) karena pemikiran soal seksual. Wanita yang mengalami gangguan jiwa yang dalam itu terpikirkan sesuatu yang berbau seksual, sehingga hal ini kadang-kadang menggelitik dia dan membuatnya tertawa terpingkal-pingkal, tetapi sendiri. Ini sesuatu yang nggak beres, yang sakit.”
Lalu bagaimana batasannya antara tertawa yang sehat dan sakit? Menurut Roan, tertawa itu sebetulnya merupakan suatu reaksi terhadap krisis. Krisis itu tidak selalu merupakan sesuatu yang menjatuhkan, tetapi krisis itu suatu perubahan, dari sesuatu yang tidak terduga (sesuatu yang sudah direncanakan tapi tidak terduga). Krisis bisa dicetuskan dalam keadaan yang mengagetkan atau menyenangkan, atau menyedihkan. Nah, krisis itulah yang membuat orang bisa tertawa kalau kita sedang serius mendengarkan sesuatu, tahu-tahu hasilnya itu tidak sesuai dengan apa yang kita duga, kita bisa tertawa terbahak-bahak. Kalau kita merencanakan sesuatu yang baik, tapi suatu saat gagal semuanya, kita bisa menangis.
Tertawa adalah suatu kombinasi dari perasaan emosionalitas yang di dalam otak itu ada pusatnya, yaitu pusat emosi. Itu yang dinamakan sistem limbik, yaitu semacam sistem di dalam otak yang bentuknya itu seperti lingkaran. Oleh Papez, seorang ahli, sistem itu dinamakan lingkaran bergema. Papez menemukan hal ini karena kalau intinya dirusak, maka orang-orang ini menunjukkan suatu emosi yang tidak tepat, yang kacau. Artinya, secara tidak sengaja orang ini bisa gampang marah, tetapi gampang tertawa terbahak-bahak yang tidak lucu. Kalau ada sesuatu yang tidak lucu, ia tertawa. “Itu karena lingkarannya terputus dan lingkaran ini juga merupakan pusat emosi manusia. Kalau salah satu bagian dari lingkaran ini rusak, orang ini memorinya juga akan hancur, hilang. Itu juga yang terjadi pada orang pikun, salah satu bagian ini yang rusak,” kata dosen luar biasa FKUI ini.
Dalam keseharian ada orang yang mudah tertawa, tetapi juga ada yang tidak. Misalnya, dalam menonton lawakan. Menurut Roan, ada dua hal penyebabnya. Pertama, mungkin orang itu sudah mengetahui gurauannya. Jadi bagi dia sudah tidak merupakan krisis lagi, karena ia sutah tahu jawabannya sehingga tidak lucu lagi. Kedua, orang ini melihatnya memang tidak dari sudut yang jenaka, tetapi ia melihatnya dari sesuatu yang diinterpretasikannya sebagai sesuatu yang tidak terlalu lucu, biasa saja.
Melatih organ-organ tubuh
Apakah mereka yang dimasukkan ke dalam kelompok kedua ini bisa diartikan tidak memiliki sense of humor? “Bisa, tetapi sense of humor itu berbeda-beda bagi beberapa orang. Contohnya, di Indonesia seorang pelawak itu harus berpakaiaan lucu, yang mukanya aneh, yang semuanya harus lucu, sehingga orang sudah tertawa dulu. Tetapi jika pelawak di suatu negara yang sudah maju, pakaiannya tidak aneh-aneh, tapi ngomongnya itu sangat witty (sangat pandai dan menggelitik). Kalau dia ngomong satu kecap saja orang sudah tertawa terus-menerus. Saya sendiri tidak mengerti apa lucunya, karena saya tidak tahu sense of humor-nya orang-orang ini kayak apa. Mungkin juga karena beda kebudayaan,” aku Roan terus terang.
Untuk mencari bukti yang lebih kuat dan akurat, Dr. Cogan melakukan studi eksperimental terhadap dua kelompok mahasiswa. Kelompok pertama mendengarkan kaset lawak dan kelompok kedua mendengarkan kaset kuliah matematika, atau kelompok yang sama sekali tidak mendengarkan apa-apa. Terhadap para “kelinci percobaan” itu sebelum dan sesudahnya dilakukan uji kepekaan terhadap rasa rakit. Ternyata mereka yang mendengarkan kaset lawak memperlihatkan peningkatan kemampuan dalam menahan rasa sakit.
Sementara itu Dr. William Foy dari Universitas Stanford mengemukakan bahwa tertawa terbahak-bahak amat bermanfaat bagi orang sehat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tertawa bisa menggoyang-goyangkan otot perut, dada, bahu, serta pernapasan, sehingga membuat tubuh seakan-akan sedang joging di tempat. Sesudah tertawa tubuh terasa rileks dan tenang, sama seperti kalau habis berolahraga. Selain itu tertawa juga akan melatih diafragma torak, jantung, paru-paru, perut, juga membantu mengusir zat-zat asing dari saluran pernapasan. Di samping itu tertawa juga sangat ampuh untuk meringankan sakit kepala, sakit pinggang, dan depresi.
Bagaimanakah sebenarnya dampak tertawa dalam penyembuhan suatu penyakit? Menurut Dr. William Frey, seorang pakar biokimia dan direktur Dry Eye and Tears Rsearch Center di Mineapolis, AS, tertawa akan menggerakkan bagian dalam tubuh, mengaktifkan sistem endokrin sehingga mendorong penyembuhan suatu penyakit. Menurut hipotesisnya, tertawa akan menstilumasi otak untuk memproduksi hormon tertentu yang pada akhirnya akan memicu pelemasan endorfin (zat pembunuh rasa sakit) yang diproduksi oleh tubuh.
Penelitian Prod. Dr. Lucille Namehow, seorang pakar yang menangani peroses penuaan dari Connecticut, AS, menyodorkan fakta bahwa tertawa bisa membantu mereka yang sudah tua renta dan sepuh untuk tetap awet muda, yang muda tetap awet muda serta mempererat hubungan antara anggota keluarga.
Karena dianggap memberikan dampak positif, maka di AS kini banyak dokter yang menerapkan terapi tertawa dalam proses penyembuhan para pasien mereka.
Meskipun dianggap baik, tertawa itu pun sebenarnya masih bisa digolong-golongkan. Untuk seorang ahli jiwa tentu bukanlah pekerjaan sulit untuk membedakan mana ketawa yang genuine (asli) dan yang palsu atau sekadar basa-basi. “Dalam menilai orang lain itu tiap-tiap orang mempunyai derajat pengetahuan yang berbeda-beda. Tidak hanya karena kita tidak membahas secara mendalam oran gitu ketawanya apa, tapi karena kadang-kadang kita tidak bisa, tidak mendalami, atau tidak interes untuk menilai apakah itu ketawa yang sungguh-sungguh atau tidak. Tidak ada kepentingan untuk kita. Dia mau ketawa yang genuine OK, dia mau ketawa yang tidak genuine, silakan,” ujar Roan.
Tapi bisakah kita tahu apakah seseorang itu sedang senang hati atau tidak? Itu bisa diketahui. Manusia itu bisa tahu. Orang yang tidak terdidik pun bisa tahu saat menghadapi orang sakit jiwa. Masalahnya, karena sikapnya agak lain. Anak kecil pun tahu. Meskipun demikian Roan juga mengakui, untuk orang yang abnormalitasnya tidak terlalu dalam kita sulit membedakannya, apakah ketawanya itu aneh atau tidak. Begitu pula dengan menangis. “Jadi dalam hal ini memang menangis dan tertawa itu masing-masing harus dibedakan secara nuansa: yang asli, naluriah, spontan, menuju ke yang tidak spontan, dibuat-buat, sampai ketawa yang palsu. Jika dibuat gradasi, antara ujung yang satu dengan ujung yang lain itu berbeda banyak. Tapi yang di di tengah-tengah itu susah, sehingga kita bisa salah duga,” jelas Roan.
Namun Roan tak lupa mengingatkan, “Kalau seseorang tertawa pada proporsi yang benar, itu artinya sehat, tapi kalau terlalu banyak ketawa justru sebaliknya.”
dari : intisari/1997/juli
20080415
MENANGIS DAN TERTAWA SAMA SEHATNYA
Diposting oleh Editor